Pada akhir abad ke-19, impian untuk membelah benua Amerika dan menghubungkan Samudra Atlantik dengan Pasifik tampak seperti sebuah kutukan. Perusahaan Prancis, yang dipimpin oleh Ferdinand de Lesseps—pahlawan Terusan Suez—mencobanya pada tahun 1881. Mereka datang dengan para insinyur terbaik, mesin-mesin raksasa, dan pendanaan yang melimpah. Namun, mereka menghadapi musuh yang tidak bisa mereka gali atau ledakkan.
Para pekerja mulai berjatuhan. Bukan karena longsor atau kecelakaan kerja, melainkan karena demam yang misterius dan mengerikan. Wajah mereka menguning, mata mereka memerah, dan mereka muntah darah hitam sebelum akhirnya tewas dalam penderitaan. Penyakit ini adalah Demam Kuning. Yang lainnya terserang demam tinggi yang datang dan pergi, membuat tubuh lemah tak berdaya selama berminggu-minggu. Penyakit ini adalah Malaria.
Dalam delapan tahun upaya Prancis, lebih dari 22.000 pekerja tewas, sebagian besar karena penyakit. Rumah sakit di Panama penuh sesak. Peti mati menjadi komoditas yang paling laris. Proyek ini bangkrut, bukan hanya karena tantangan teknis, tetapi karena alam tropis Panama telah mengalahkan mereka. Impian itu pun mati bersama ribuan nyawa.
Babak Baru dan Seorang Dokter yang Keras Kepala
Pada tahun 1904, Amerika Serikat mengambil alih proyek tersebut di bawah kepemimpinan Presiden Theodore Roosevelt. Mereka membeli sisa-sisa peralatan Prancis dan bertekad untuk berhasil. Insinyur utama, John Wallace, fokus pada penggalian. Namun, seorang dokter Angkatan Darat bernama Kolonel William C. Gorgas memiliki prioritas yang berbeda.
Gorgas baru saja berhasil memberantas Demam Kuning di Havana, Kuba, dengan menerapkan teori radikal pada saat itu—teori yang baru dibuktikan oleh dokter Kuba Carlos Finlay dan dokter AS Walter Reed—bahwa Demam Kuning ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, dan Malaria oleh nyamuk Anopheles.
Ketika Gorgas menyatakan bahwa musuh utama di Panama bukanlah gunung atau lumpur, melainkan nyamuk, banyak insinyur dan politisi di Washington menertawakannya. Mereka menganggapnya gila dan membuang-buang waktu serta uang. Komisi Terusan Isthmian berulang kali menolak permintaannya untuk pengadaan jaring kawat, insektisida, dan pekerja sanitasi. Mereka berkata kepadanya, "Urus saja pasienmu, biar kami yang mengurus pembangunan terusan."
Perang yang Sesungguhnya Dimulai
Gorgas tidak menyerah. Dia tahu jika dia gagal, proyek Amerika akan berakhir sama tragisnya dengan proyek Prancis. Dengan dukungan terbatas, dia memulai perang total melawan nyamuk:
Fumigasi Massal: Tim-timnya, yang disebut "pasukan demam," bergerak dari rumah ke rumah di Panama City dan Colón. Mereka menyegel setiap ruangan dengan kertas dan plester, lalu membakar belerang atau bubuk insektisida piretrum untuk membunuh nyamuk dewasa yang bersembunyi di dalamnya. Warga sering kali marah dan menolak, tetapi tim Gorgas tetap bekerja di bawah perintah.
Menghancurkan Tempat Berkembang Biak: Gorgas tahu membunuh nyamuk dewasa tidaklah cukup. Dia harus mencegah telur-telurnya menetas. Dia mengerahkan "pasukan pembasmi larva" yang terdiri dari ribuan orang. Misi mereka sederhana: hilangkan semua genangan air.
Mereka mengeringkan rawa-rawa di sekitar pemukiman.
Mereka membersihkan selokan yang tersumbat.
Mereka menaburkan minyak di atas permukaan air yang tidak bisa dikeringkan untuk mencekik larva nyamuk.
Mereka bahkan masuk ke rumah-rumah warga dan memastikan tidak ada air yang tergenang di pot bunga atau tempayan air. Setiap wadah air yang ditemukan akan ditutup rapat atau dibuang.
Karantina dan Perlindungan: Setiap bangunan di Zona Terusan dipasangi kawat kasa di jendela dan pintunya. Rumah sakit dibangun dengan beranda yang sepenuhnya tertutup jaring. Pasien yang terinfeksi diisolasi di dalam ruangan berjaring agar tidak bisa digigit nyamuk lagi, yang akan menyebarkan penyakit lebih jauh.
Awalnya, para pekerja dan pejabat tetap skeptis. Namun, hasilnya mulai terlihat. Pada November 1905, kasus terakhir Demam Kuning di Panama City tercatat. Penyakit yang telah menewaskan puluhan ribu orang itu berhasil dimusnahkan dari zona terusan dalam waktu kurang dari dua tahun. Tingkat kematian akibat Malaria juga turun drastis.
Kemenangan Gorgas atas nyamuk adalah titik balik. Dengan angkatan kerja yang sehat dan aman, para insinyur akhirnya bisa fokus pada keajaiban teknik yang sesungguhnya: membelah Galian Culebra, membangun Bendungan Gatun yang menciptakan danau buatan terbesar di dunia saat itu, dan mendirikan sistem pintu air raksasa yang mengangkat kapal-kapal setinggi 26 meter.
Pada tanggal 15 Agustus 1914, kapal uap SS Ancon melakukan transit resmi pertama, menandai pembukaan Terusan Panama. Dunia merayakan sebuah keajaiban rekayasa.
Namun, kisah yang paling menarik adalah bahwa keajaiban rekayasa itu tidak akan pernah ada tanpa kemenangan dalam perang biologi. Kemenangan itu tidak diraih dengan dinamit, tetapi dengan minyak, belerang, dan jaring kawat. Pahlawan terbesarnya bukanlah seorang insinyur, melainkan seorang dokter yang memahami bahwa untuk menaklukkan alam, pertama-tama kita harus memahami makhluk terkecil di dalamnya.
Pembangunan Terusan Panama bukan hanya tentang menghubungkan dua samudra, tetapi juga merupakan sebuah kemenangan monumental dalam dunia kesehatan masyarakat yang dampaknya terasa hingga hari ini.
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia