![]() |
Ilustrasi |
www.ferryarbania.com- Dalam diskursus keagamaan kontemporer, seringkali muncul narasi yang menyatakan bahwa umur umat Islam tidak akan melampaui 1500 tahun Hijriah. Pernyataan ini, yang terkadang disebarkan dengan nada kepastian, sejatinya tidak memiliki dasar yang kuat dalam dalil-dalil syar'i yang sahih dan muktabar menurut manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Justru, klaim semacam ini berpotensi menimbulkan kekeliruan pemahaman dan bertentangan dengan banyak riwayat lain yang mengindikasikan keberlangsungan umat ini hingga mendekati hari Kiamat.
Analisis Sanad dan Matan: Mengurai Kelemahan Dalil
Klaim mengenai umur umat Islam yang terbatas pada 1500 tahun seringkali disandarkan pada beberapa riwayat hadits. Namun, setelah dilakukan penelitian mendalam oleh para muhaddits (ahli hadits) dan ulama, terungkap bahwa hadits-hadits yang dijadikan dasar pernyataan tersebut umumnya memiliki sanad yang lemah (dhaif), bahkan ada yang tergolong maudhu' (palsu). Ini berarti rantai periwayatannya tidak bisa dipercaya karena terdapat perawi yang cacat integritas atau hafalan, atau bahkan merupakan hasil rekayasa.
Beberapa ulama terkemuka juga telah menjelaskan bahwa riwayat-riwayat semacam itu kemungkinan besar berasal dari Israiliyat – yaitu kisah-kisah atau riwayat-riwayat yang bersumber dari tradisi Yahudi atau Kristen yang masuk ke dalam literatur Islam. Meskipun sebagian Israiliyat boleh diriwayatkan selama tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, namun ia tidak boleh dijadikan dasar penetapan hukum atau akidah, apalagi dalam masalah ghaib seperti penentuan umur umat.
Selain itu, ada pula pandangan yang menyatakan bahwa meskipun terdapat riwayat yang secara tekstual terkesan membatasi umur umat, riwayat tersebut harus dipahami secara zhanni (dugaan/probabilistik), bukan qath'i (definitif/pasti). Pemahaman tekstual yang kaku terhadap dalil zhanni, apalagi jika bertentangan dengan dalil-dalil yang lebih kuat dan pasti, adalah sebuah kekeliruan metodologis dalam ijtihad dan istinbat hukum.
Konsensus Ulama dan Dalil yang Lebih Kuat
Manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah mengajarkan bahwa penetapan hal-hal ghaib, termasuk waktu pasti terjadinya Kiamat atau batas umur umat, adalah hak prerogatif Allah SWT semata. Tidak ada satu pun dalil Al-Qur'an maupun hadits sahih yang secara eksplisit dan pasti menyebutkan batas umur umat Islam. Sebaliknya, banyak dalil yang mengisyaratkan bahwa umat ini akan terus eksis dan berkembang hingga munculnya tanda-tanda besar Kiamat.
Contohnya, hadits-hadits tentang tanda-tanda Kiamat kecil dan besar (seperti munculnya Dajjal, turunnya Nabi Isa AS, keluarnya Ya'juj dan Ma'juj, terbitnya matahari dari barat, dll.) secara implisit menunjukkan bahwa umat Islam akan tetap ada dan menghadapi peristiwa-peristiwa tersebut. Jika umur umat dibatasi 1500 tahun, maka banyak tanda-tanda Kiamat yang belum muncul tidak akan sempat disaksikan oleh umat ini, yang bertentangan dengan narasi kenabian.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan penjelasan di atas, pernyataan bahwa umur umat Islam hanya 1500 tahun adalah tidak benar dan tidak berdasar. Umat Islam akan terus ada hingga hari Kiamat, dan tidak ada dalil yang sahih yang menetapkan batas waktu tertentu bagi keberlangsungan umat ini.
Sebagai seorang Muslim yang berpegang pada manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah, sebaiknya kita senantiasa berpegang teguh pada dalil-dalil yang sahih dan jelas (qath'i), serta menghindari spekulasi atau riwayat-riwayat lemah yang tidak memiliki fondasi kuat dalam syariat. Fokus utama umat adalah mempersiapkan diri menghadapi akhir zaman dengan meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan amal saleh, bukan terjebak dalam perhitungan waktu yang tidak pasti.
Rujukan dan Dalil (Sumber-sumber untuk Pemahaman Lebih Lanjut):
Al-Qur'an:
Surah Al-A'raf ayat 187: "Mereka menanyakan kepadamu tentang Kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia..."
Ayat-ayat lain yang menegaskan bahwa pengetahuan tentang Kiamat hanya milik Allah SWT.
Hadits Shahih (yang sering disalahpahami atau yang menegaskan ketidakpastian waktu Kiamat):
Hadits Jibril: Diriwayatkan oleh Imam Muslim, ketika Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang Kiamat, Nabi menjawab, "Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya." Ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang Kiamat adalah rahasia Allah.
Hadits tentang Umur Umat Dibanding Umat Terdahulu: Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, Nabi SAW bersabda, "Perumpamaan kalian dibanding umat-umat sebelum kalian adalah seperti orang yang menyewa pekerja..." (Hadits ini sering disalahpahami sebagai penentu umur umat, padahal konteksnya adalah perbandingan pahala dan waktu ibadah, bukan batasan mutlak umur umat). Para ulama menafsirkan bahwa ini adalah zhanni dan tidak bisa dijadikan dalil qath'i untuk menentukan batas umur.
Hadits-hadits tentang Tanda-tanda Kiamat Besar: Banyak hadits sahih (seperti dalam Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, dll.) yang menyebutkan tanda-tanda besar Kiamat (Dajjal, Nabi Isa, Ya'juj Ma'juj, dll.) yang akan terjadi sebelum Kiamat. Keberadaan hadits-hadits ini secara logis mengindikasikan bahwa umat Islam akan tetap ada hingga tanda-tanda tersebut muncul.
Pendapat Para Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah:
Imam An-Nawawi, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Imam Al-Qurthubi, dll.: Banyak dari mereka telah menjelaskan dalam syarah (penjelasan) hadits-hadits tentang Kiamat bahwa waktu pastinya tidak ada yang tahu kecuali Allah. Mereka juga mengkritik riwayat-riwayat lemah yang mencoba menetapkan batas waktu.
Ulama Kontemporer: Sejumlah ulama kontemporer dari berbagai mazhab juga telah secara eksplisit membantah klaim 1500 tahun ini, menegaskan bahwa itu tidak berdasar pada dalil sahih dan merupakan spekulasi yang tidak dianjurkan. Mereka menekankan bahwa riwayat yang dijadikan dasar seringkali dhaif atau maudhu', atau jika sahih, maknanya zhanni dan tidak bisa dijadikan penentu waktu ghaib.
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia