Ilustrasi suasana malam hari di Desa Ketawang Karay. [dok. Ferry Arbania]
KARAY, (Dhalem Temor) – Cuaca dingin yang terasa menusuk, terutama saat fenomena "bediding" melanda di musim kemarau tahun 2025, berpotensi menimbulkan risiko kesehatan serius bagi masyarakat. Meskipun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa fenomena ini adalah siklus alamiah dan bukan disebabkan oleh aphelion (Bumi berada di titik terjauh dari Matahari), kewaspadaan tetap menjadi kunci, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit kronis.
Memahami Fenomena Bediding: Angin Timur dan Langit Cerah
BMKG menjelaskan bahwa fenomena "bediding" atau suhu dingin yang mencolok di musim kemarau, terutama pada malam hingga pagi hari, umum terjadi di wilayah seperti Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor atmosferik:
Angin Muson Timur: Angin ini berasal dari Benua Australia yang sedang mengalami musim dingin, membawa massa udara kering dan dingin ke wilayah Indonesia bagian selatan (DW, 2025; RRI, 2025).
Minimnya Tutupan Awan: Pada musim kemarau, langit cenderung cerah tanpa tutupan awan. Kondisi ini memungkinkan panas dari permukaan bumi lebih mudah dilepaskan ke atmosfer melalui radiasi pada malam hari, menyebabkan suhu turun drastis menjelang pagi (CNBC Indonesia, 2025).
Kelembapan Udara Rendah: Udara kering dengan kelembapan rendah berarti sedikit uap air yang berfungsi sebagai "selimut alami" untuk menahan panas radiasi balik dari bumi, sehingga udara di dekat permukaan ikut mendingin (DW, 2025).
Fenomena suhu dingin ini diperkirakan berlangsung hingga September 2025, seiring dengan masih berlangsungnya musim kemarau di beberapa wilayah (CNBC Indonesia, 2025).
Dampak Kesehatan yang Perlu Diwaspadai
Paparan udara dingin dapat memicu berbagai gangguan kesehatan, terutama jika tubuh tidak memiliki daya tahan yang prima:
Penyempitan Saluran Pernapasan: Udara dingin dan kering dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah di saluran napas, membuat napas terasa lebih sulit, khususnya bagi penderita asma (Unpas.ac.id, 2024). Ini dapat memicu kekambuhan asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA): Penurunan daya tahan tubuh akibat cuaca dingin membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi virus seperti flu, batuk, dan radang tenggorokan (Pusat Krisis Kemenkes, 2017).
Peningkatan Tekanan Darah: Tubuh merespons dingin dengan menyempitkan pembuluh darah, yang dapat meningkatkan tekanan darah. Ini berbahaya bagi penderita hipertensi atau penyakit kardiovaskular (Alodokter, 2024).
Hipotermia: Pada suhu dingin ekstrem, terutama bagi kelompok rentan seperti bayi, lansia, atau individu yang terpapar lama tanpa perlindungan, suhu tubuh bisa turun di bawah 35°C (hipotermia). Kondisi ini merupakan gawat darurat yang dapat memengaruhi fungsi jantung, otak, dan organ vital lainnya, bahkan berujung pada kematian jika tidak ditangani segera (Alodokter, 2024; Halodoc, 2024; Ciputra Hospital, 2025). Gejala awal bisa berupa menggigil, kulit pucat, mati rasa, hingga penurunan kesadaran.
Kulit Kering dan Pecah-pecah: Udara dingin cenderung memiliki kelembapan rendah, menyebabkan kulit kehilangan kadar airnya (Unpas.ac.id, 2024).
Langkah Pencegahan dan Antisipasi
Untuk menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh di tengah cuaca dingin ekstrem, masyarakat diimbau untuk mengambil langkah-langkah pencegahan berikut:
Jaga Daya Tahan Tubuh: Konsumsi makanan bergizi seimbang yang kaya vitamin dan mineral (buah, sayur, protein), serta pastikan istirahat yang cukup (7-8 jam per malam) (Direktorat SMP Kemendikbudristek, 2024; Vaxine Care, n.d.).
Hidrasi Cukup: Meskipun tidak merasa haus, perbanyak minum air putih (minimal 8 gelas per hari) untuk mencegah dehidrasi. Minuman hangat seperti teh atau jahe juga disarankan (Poltekkes PIM, 2021; Hello Sehat, n.d.).
Gunakan Pakaian Hangat: Kenakan pakaian tebal dan berlapis, terutama saat malam dan dini hari. Gunakan jaket, topi, syal, kaos kaki tebal, dan sarung tangan jika berada di luar ruangan (Poltekkes PIM, 2021).
Lembapkan Kulit: Gunakan pelembap (lotion) secara rutin untuk mencegah kulit kering dan pecah-pecah. Pelembap bibir juga penting (Poltekkes PIM, 2021).
Batasi Aktivitas Luar Ruangan: Jika memungkinkan, kurangi aktivitas di luar ruangan saat suhu sangat dingin, terutama bagi kelompok rentan.
Pantau Informasi Cuaca: Ikuti informasi cuaca terkini dari sumber terpercaya seperti BMKG untuk mengetahui prediksi suhu dan kondisi cuaca di wilayah Anda.
Periksa Kesehatan: Jika mengalami gejala penyakit pernapasan yang memburuk atau gejala hipotermia (menggigil tak terkontrol, kebingungan, kulit pucat), segera periksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat.
Dengan kewaspadaan dan langkah pencegahan yang tepat, dampak cuaca dingin ekstrem dapat diminimalisir, sehingga masyarakat tetap sehat dan produktif.
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia