Studi Kritis Terhadap Mitos Kesialan Bulan Safar dalam Perspektif Islam

FERRY ARBANIA
By -
0

Oleh: Fathol Bari,S.Sos, Mahasiswa Pascasarjana (S2) Ilmu Administrasi Publik di STISIPol Waskita Dharma Malang, Jawa Timur. 


Abstrak

Artikel ini membahas persepsi dan kepercayaan terhadap bulan Safar dalam masyarakat pra-Islam (Jahiliyah) serta menganalisisnya berdasarkan doktrin Islam. Masa Jahiliyah dicirikan oleh praktik takhayul dan khurafat, termasuk keyakinan akan kesialan temporal pada bulan-bulan tertentu. Penelitian ini menegaskan bahwa Islam secara kategoris menolak konsep kesialan bulan Safar, sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW. Lebih lanjut, artikel ini mengidentifikasi beberapa amalan sunnah yang dianjurkan dalam bulan Safar sebagai substitusi positif terhadap keyakinan batil, yang berlandaskan pada prinsip tauhid dan peningkatan kualitas spiritual serta sosial umat Muslim.


1. Pendahuluan

Masyarakat Arab pra-Islam, yang dikenal sebagai periode Jahiliyah, hidup dalam kondisi sosio-religius yang kompleks. Periode ini ditandai oleh animisme, penyembahan berhala, serta berbagai bentuk khurafat dan takhayul yang tidak memiliki dasar rasional maupun empiris. Salah satu kepercayaan yang mengakar adalah adanya hari atau bulan yang dianggap membawa kesialan, termasuk bulan Safar. Kepercayaan ini memengaruhi perilaku dan keputusan individu, seringkali menyebabkan penundaan aktivitas penting atau munculnya rasa takut yang tidak berdasar.

Ketika Islam hadir, misinya tidak hanya membawa tauhid (keyakinan akan keesaan Tuhan), tetapi juga membersihkan akidah dan praktik sosial dari segala bentuk kebatilan, termasuk takhayul dan keyakinan akan pertanda buruk. Artikel ini bertujuan untuk mengelaborasi posisi Islam terhadap mitos kesialan bulan Safar dan mengidentifikasi amalan-amalan positif yang relevan dalam bulan tersebut berdasarkan sumber-sumber ajaran Islam yang sahih.


2. Analisis Mitos Kesialan Bulan Safar dalam Islam

Dalam doktrin Islam, konsep kesialan yang melekat pada bulan, tanggal, atau entitas non-ilahi lainnya secara tegas ditolak. Islam mengajarkan bahwa segala peristiwa, baik yang dianggap baik maupun buruk, berada dalam kendali mutlak dan kehendak Allah SWT. Konsekuensinya, mengaitkan kesialan dengan bulan Safar atau bulan lainnya merupakan bentuk penyimpangan akidah yang bertentangan dengan prinsip tauhid.

Nabi Muhammad SAW secara eksplisit membantah validitas kepercayaan ini. Salah satu riwayat yang paling gamblang adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ

Artinya: "Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan buruk, tidak ada kesialan karena burung hammah, tidak ada sial bulan Safar, dan larilah kamu dari penyakit kusta seperti kamu lari dari singa." (HR. Bukhari)

Hadis ini secara gamblang meniadakan empat bentuk takhayul yang lazim di masa Jahiliyah:

  1. Laa ‘adwa: Menolak keyakinan bahwa penyakit menular dengan sendirinya tanpa kehendak Allah.

  2. Wa laa tiyarah: Menolak keyakinan akan ramalan buruk berdasarkan perilaku burung.

  3. Wa laa haamah: Menolak keyakinan akan kesialan yang disebabkan oleh burung hantu atau roh orang mati yang bergentayangan.

  4. Wa laa Safar: Secara spesifik menolak anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan yang membawa kesialan.

Pengecualian dalam hadis ini adalah anjuran untuk menghindari orang yang berpenyakit kusta, yang bukan didasari oleh keyakinan takhayul, melainkan sebagai bentuk tindakan preventif dan kehati-hatian yang diajarkan Islam dalam menjaga kesehatan.

Implikasi dari penolakan ini adalah bahwa kepercayaan terhadap kesialan bulan Safar adalah bentuk syirik kecil (syirk asghar) karena menisbahkan kekuatan atau pengaruh di luar kehendak Allah. Islam menegaskan bahwa keberuntungan dan kesialan semata-mata adalah ketetapan Allah, dan segala upaya manusia haruslah didasarkan pada ikhtiar dan tawakkal kepada-Nya, bukan pada pertimbangan mistis kalender.


3. Amalan Sunnah yang Dianjurkan di Bulan Safar

Meskipun bulan Safar tidak memiliki keutamaan khusus di atas bulan-bulan lain dalam hal pahala istimewa, ia sama seperti bulan-bulan Hijriah lainnya yang dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan amal saleh dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Islam mendorong umatnya untuk konsisten dalam berbuat kebajikan kapan pun dan di mana pun. Berikut adalah beberapa amalan sunnah yang relevan dan dapat ditingkatkan di bulan Safar:

3.1. Meningkatkan Kebaikan dan Kepedulian Sosial

Bulan Safar dapat dijadikan momentum untuk merefleksikan dan meningkatkan kualitas interaksi sosial serta amal kebajikan. Islam sangat menekankan pentingnya ihsan (berbuat baik) kepada sesama manusia dan seluruh makhluk hidup.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى مِنْبَرِهِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى رَبِّكُمْ قَبْلَ أَنْ تَمُوتُوا وَبَادِرُوا إِلَيْهِ بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَصِلُوا الَّذِي بَيْنَهُ وَبَيْنكُمْ بِكَثْرَةِ ذِكْرِكُمْ وَبِكَثْرَةِ الصَّدَقَةِ فِي السِّرِّ، وَالْعَلَانِيَّةِ، تُؤْجَرُوا، وَتُنْصَرُوا، وَتُرْزَقُوا

Artinya: "Dari Jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah bersabda saat beliau berada di atas mimbarnya, wahai manusia bertobatlah kalian kepada Tuhan kalian sebelum kalian mati. Bersegeralah kembali kepada-Nya dengan amal-amal saleh, sambunglah hubungan antara Tuhan dan kalian dengan memperbanyak dzikir dan sedekah di saat sunyi dan ramai, maka kalian diganjar, ditolong dan diberi rizki." (HR. Ibnu Majah, sanadnya dihasankan oleh sebagian ulama)

Hadis ini menekankan urgensi taubat, konsistensi dalam amal saleh, serta pentingnya dzikir dan sedekah, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, sebagai sarana untuk meraih pahala, pertolongan, dan rezeki dari Allah.

3.2. Puasa Ayyamul Bidh (Hari-hari Putih)

Puasa Ayyamul Bidh adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah. Keutamaannya sangat besar dan konsisten diajarkan oleh Nabi SAW.

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

Artinya: "Hai Abu Dzar, ‘Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah)." (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah)

Dan juga hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah RA:

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

Artinya: "Kekasihku (Rasulullah SAW) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak pernah meninggalkannya hingga aku mati, yaitu berpuasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan shalat dhuha, dan mengerjakan shalat witir sebelum tidur."

Puasa Ayyamul Bidh adalah amalan sunnah yang sangat dianjurkan secara umum, dan relevan untuk dilakukan di bulan Safar sebagaimana di bulan-bulan lainnya. Penting untuk diingat bahwa puasa ini bersifat anjuran (sunnah), bukan kewajiban, sehingga tidak ada dosa bagi yang tidak melaksanakannya.

3.3. Memperbanyak Doa

Memanjatkan doa merupakan inti ibadah (ad-du'a'u huwa al-'ibadah). Bulan Safar, layaknya bulan-bulan lain, adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak doa kepada Allah SWT. Klaim bahwa bulan Safar "lebih dimuliakan oleh Allah" atau doa di bulan Safar "lebih mustajab" berdasarkan hadis tertentu yang menyebut "Sesungguhnya Allah memiliki bulan yang mulia, yaitu bulan Safar. Dia lebih memuliakan bulan ini daripada bulan-bulan lainnya," sebagaimana disebutkan dalam teks asli, perlu diklarifikasi. Hadis ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadis mu'tabar (terpercaya) seperti Sahih Bukhari, Muslim, atau sunan yang empat (Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah), maupun dalam Musnad Imam Ahmad. Oleh karena itu, klaim tentang kemuliaan khusus bulan Safar atau kemustajaban doa yang spesifik di dalamnya tanpa dalil sahih harus dihindari.

Meskipun demikian, memperbanyak doa adalah amalan yang senantiasa dianjurkan dalam Islam. Doa yang dipanjatkan hendaknya tulus dan disertai keyakinan akan keesaan Allah dalam mengabulkan. Contoh doa yang dapat dibaca untuk memohon perlindungan dari marabahaya adalah sebagai berikut:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اِكْفِنِيْ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا أَنْتَ اِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اللهم بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ وَأُمِّهِ وَبَنِيْهِ اِكْفِنِيْ شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَصَلىَّ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Artinya: "Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam Allah senantiasa tercurah pada junjungan kami, Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya. Ya Allah, Tuhan Yang Maha Memiliki Kekuatan dan Keupayaan. Ya Tuhan Yang Maha Mulia dan karena kemuliaan-Mu itu, menjadi hinalah semua makhluk ciptaan-Mu, peliharalah aku dari kejahatan makhluk-Mu. Ya Tuhan Yang Maha Baik. Yang Memberi Keindahan, Keutamaan, Kenikmatan dan Kemuliaan. Ya Allah, Tiada Tuhan kecuali hanya Engkau. Kasihanilah aku dengan Rahmat-Mu, wahai Zat yang Maha Penyayang. Ya Allah, dengan rahasia kemuliaan Sayyidina Hasan dan saudaranya, serta kakeknya dan ayahnya, ibunya dan keturunannya, jauhkan aku dari kejahatan hari ini dan kejahatan yang akan turun padanya. Wahai Zat Yang Maha Mencukupi harapan dan Menolak bala’, cukuplah Allah Yang Maha Memelihara lagi Maha Mengetahui untuk memelihara segalanya. Cukuplah Allah tempat kami bersandar, tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Dan semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarganya dan para sahabatnya.”



Doa ini, meskipun populer di kalangan umat Muslim, adalah bentuk permohonan perlindungan umum yang dapat dibaca kapan saja, tidak khusus untuk bulan Safar saja, dan lebih merupakan doa yang disusun ulama untuk memohon perlindungan dari musibah.


4. Kesimpulan

Masa Jahiliyah mencerminkan kondisi sosial dan spiritual yang diwarnai oleh takhayul dan praktik kebatilan, termasuk keyakinan akan kesialan bulan Safar. Islam datang untuk meluruskan akidah dan membersihkan masyarakat dari segala bentuk syirik dan khurafat. Berdasarkan hadis-hadis sahih Nabi Muhammad SAW, keyakinan bahwa bulan Safar adalah bulan sial secara tegas ditolak dalam Islam. Sebaliknya, Islam menegaskan prinsip tauhid, bahwa segala keberuntungan dan kesialan semata-mata adalah ketetapan Allah SWT.

Oleh karena itu, umat Muslim dianjurkan untuk menjauhi segala bentuk takhayul dan keyakinan tanpa dasar. Bulan Safar, seperti bulan-bulan Hijriah lainnya, hendaknya dijadikan momentum untuk meningkatkan amal saleh, seperti memperbanyak kebaikan dan kepedulian sosial, serta melaksanakan puasa sunnah Ayyamul Bidh. Doa-doa permohonan perlindungan juga senantiasa dianjurkan, namun tanpa mengaitkannya dengan klaim kemuliaan khusus bulan Safar yang tidak memiliki dasar kuat dalam dalil syar'i yang sahih. Konsistensi dalam beramal saleh dengan landasan ilmu yang benar adalah kunci kebahagiaan dunia dan akhirat.


Daftar Pustaka

  • Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih Al-Bukhari. Berbagai cetakan.

  • At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa. Sunan At-Tirmidzi. Berbagai cetakan.

  • An-Nasa'i, Ahmad bin Syu'aib. As-Sunan Al-Kubra. Berbagai cetakan.

  • Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu Majah. Berbagai cetakan.

  • Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah. Maktabah Al-Ma'arif.

Posting Komentar

0 Komentar

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Posting Komentar (0)

Statistik

3/related/default